Pada Rabu (12/7/2006) sekitar dua minggu lalu dikabarkan masyarakat di Yogyakarta melihat warna putih memanjang di langit Kota Gudeg itu. Lima hari kemudian Pangandaran diguncang gempa dan tsunami. Ratusan orang mati.
Hingga kini belum ada yang memastikan bahwa sinar putih itu adalah awan khusus yang bisa menjadi penanda akan terjadinya gempa. Namun, fenomena hadirnya awan putih khusus sebelum gempa terjadi sudah terekam beberapa kali oleh satelit sebelum suatu gempa terjadi.
Peneliti geomagnetik Dr Sarmoko Saroso dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) memperlihatkan gambar-gambar awan khusus yang muncul sebelum beberapa gempa terjadi. Gambar tersebut terekam oleh IndoEx Satellite.
Awan khusus ini dinamakan awan gempa. Awan gempa berbeda dengan awan yang terjadi karena proses kondensasi uap air di atmosfer. Awan dari proses kondensasi di atmosfer membentuk jenis-jenis awan sirus, stratus, dan cumulus.
Menurut Sarmoko, awan gempa terjadi karena ada gesekan di sumber gempa atau episentrum. Gesekan tersebut lama-lama membuat retakan di dalam bumi dan menimbulkan panas serta mendidihkan air tanah yang kemudian menguap. Karena temperatur dan tekanan yang sangat tinggi, uap air keluar melalui celah-celah retakan, ke permukaan bumi. Pada ketinggian tertentu uap tersebut bertemu dengan udara dingin dan terbentuklah awan.
"Spesifikasi awan gempa adalah muncul secara tiba-tiba. Tadinya tidak ada, tiba-tiba muncul terus," kata Sarmoko. Awan seolah-olah keluar dari suatu titik tertentu yang posisinya tetap.
Dari titik munculnya, awan itu membesar memanjang ke samping, memanjang ke atas seperti asap roket, bergelombang, berlipat-lipat seperti lipatan lampion, atau tampak seperti pijar cahaya.
Sebenarnya sudah lama dipikirkan tentang hubungan antara awan gempa dan gempa.
China bahkan sudah membicarakan tanda alam tersebut tahun 1622. "Tahun itu, tepatnya 25 Oktober, terjadi gempa besar 7 skala Richter di Guyuan, Provinsi Ningxia, China barat. Masyarakat China barat saat itu melihat ada awan aneh sebelum gempa," ujar Sarmoko.
Tahun 1978, sehari sebelum gempa Kanto di Jepang, Wali Kota Kyoto Kagida melihat awan aneh. Ia mengaitkan gempa dengan awan tersebut. Fenomena itu lalu disebut Kagida Cloud atau Awan Kagida.
Kagida memperkirakan sumber gempa di titik paling tengah awan gempa. Namun, tahun 1985 pendapatnya dibantah. Sumber gempa diduga di titik terus terjadinya pembentukan awan.
Satelit IndoEx memperlihatkan rekaman-rekaman fenomena gempa diiringi awan. Pada 20 Desember 2003, langit sekitar Bam, Iran, muncul awan memanjang. Empat hari kemudian terjadi gempa 6,8 SR.
Pada 17 Januari 1994 muncul awan seperti asap roket di sekitar Northride, Amerika Serikat. Sehari kemudian terjadi gempa. Pada 13 Februari 1994 muncul awan berbentuk gelombang di Northride dan 20 Maret 1994 ada gempa besar.
Pada 31 Agustus 1994 ada awan bentuk bulu ayam di Northern California, Amerika Serikat. Pada 1 September 1994 terjadi gempa di daerah itu. Awan seperti sinar terjadi di kawasan Joshua Tree, Amerika Serikat, 22 Juli 1996, dan 23 hari kemudian terjadi gempa.
"Awan-awan itu selalu muncul sebelum gempa di atas 5,5 SR," kata Sarmoko. Awan gempa biasanya hanya sehari lalu menghilang sampai ada gempa. Jarak antara munculnya awan dan gempa adalah 1-100 hari. Proses hilangnya awan kini diteliti. "Saya menunggu dokumentasi rekaman satelit awan memanjang di Yogyakarta sebelum gempa Pangandaran," ujar Sarmoko.
Dia mengatakan, saat ini satelit di Indonesia dipakai untuk pemetaan sehingga umumnya resolusinya rendah. "Saya tak tahu apakah rekaman gambar awan di Indonesia bisa cukup baik?" ujarnya. Dia akan meneliti anomali medan magnet yang terekam magnetometer.
Pembentukan awan gempa mirip dengan anomali perubahan medan magnet. Karena, saat aktivitas dalam kerak bumi meningkat akibat kenaikan temperatur, maka muatan listrik terpolarisasi sehingga meningkatkan konduktivitas listrik serta medan magnet yang mengakibatkan perubahan medan magnet bumi. Perubahan ini terekam dalam magnetometer.
"Sebelum gempa Aceh dan Nias, berturut-turut magnometer Lapan di Kototabang, Sumatera Barat, mencatat anomali medan magnet bumi," katanya. Ketika itu ada grafik lonjakan pada rekaman magnetometer sebelum gempa diikuti tsunami terjadi.
[Kompas 24 Juli 2006]
Sumber : http://dendiwaskito.multiply.com
1 komentar:
Obat Gondok
Obat Radang Paru Paru Anak
Obat Sakit Tenggorokan Akut
Obat Sakit Jantung Akut
Obat Infeksi Paru Paru Kronis
Obat Luka Di Sudut Bibir
Obat Radang Hati Kronis
Obat Benjolan di Gusi
Obat Pengering Luka
Obat Pendarahan Pasca Kuret
Obat Luka Bakar Kronis
Obat Radang Paru Paru Anak
Obat Infeksi Pada Luka Lambung
Posting Komentar