Ummu Dzar Al-Ghifariyah: Teladan Istri Setia Pendamping Suami
Shahabiyah yang akan kita telusuri kisahnya kali ini adalah Ummu Dzar, istri shahabat Abu Dzar Al-Ghifari. Kesetiaannya mendampingi suami, layak diteladani. Betapa tidak, karena beliau ikhlas merawat dan menemani sang suami hingga ajal menjemput . Dalam kesendirian di padang pasir liar nan luas membentang.
Rabadzah, tempat tinggal Abu Dzar Al-Ghifari
Karena adanya perbedaan pendapat, dengan Utsman bin Affan, maka Abu Dzar Al-Ghifari dan keluarganya memilih Rabadzah, padang pasir liar sebagai tempat tinggal mereka. Sebuah keputusan yang sangat berani. Karena daerah tersebut sangat jarang dilalui kafilah. Dan mereka pun hidup tanpa ada tetangga di kanan dan kirinya.
Sang istri yang shalihah, tanpa keluh kesah , dengan setia, mendampingi Abu Dzar Al-Ghifari dan anaknya. Hidup dalam kesederhanaan yang amat sangat. Ditambah lagi, di kemudian hari Abu Dzar Al-Ghifari menderita sakit yang cukup parah.
Menjelang ajal menjemput
Ajal pun semakin dekat, Ummu Dzar selalu berada di sisi sang suami untuk mengurus segala keperluannya. Melihat kondisi, yang semakin parah … Ummu Dzar akhirnya menangis di samping sang suami.
Abu Dzar bertanya, “ Apa yang kamu tangiskan, padahal maut itu pasti datang ?”
“ Karena engkau akan meninggal, padahal pada kita tidak ada kain untuk kafanmu!” jawab Ummu Dzar pilu.
Abu Dzar tersenyum dengan amat ramah, seperti layaknya orang yang akan merantau jauh. Lalu berkata kepada istrinya itu,” Janganlah menangis! Pada suatu hari, ketika saya berada di sisi Rasulullah saw bersama beberapa sahabatnya saw, saya dengar Beliau saw bersabda,” Pastilah ada salah seorang di antara kalian yang akan meninggal di padang pasir liar, yang akan disaksikan nanti oleh serombongan orang-orang beriman!”
Semua yang ada di majelis Rasulullah saw telah meninggal di kampung dan di hadapan jama’ah kaum muslimin. Tidak ada lagi yang hidup di antara mereka kecuali aku.
Nah, inilah aku sekarang menghadapi maut di padang pasir. Maka perhatikanlah jalanan, kalau-kalau rombongan orang-orang beriman itu sudah datang !
Demi Allah, saya tidak bohong, dan tidak pula dibohongi!”
Tak berapa lama, Abu Dzar pun kembali ke hadirat Allah SWT. Innalillahi wa inna illaihi rooji’un.
Kenyataan yang ada
Subhanallah! Apa yang diucapkan Abu Dzar sungguh menjadi kenyataan. Karena tentu saja dia tidak berbohong, dan pasti tidak dibohongi. Karena Rasulullah SAW adalah ma’shum.
Tidak lama berselang, sesudah Abu Dzar menghembuskan nafas terakhirnya, tampak serombongan kafilah yang sedang berjalan cepat di padang sahara itu. Subhanallah! Kafilah itu adalah Kafilah kaum mukminin yang dipimpin oleh Abdullah bin Mas’ud, salah seorang sahabat Rasulullah SAW. Ibnu Mas’ud, merasa sangat trenyuh, karena ia melihat sesosok tubuh yang terbujur seperti jenazah, sedang di sisinya duduk seorang perempuan tua, Ummu Dzar dan anaknya yang sedang menangis.
...Subhanallah! Betapa kesetiaan, ketegaran dan ketabahan Ummu Dzar, sangat layak dicontoh. Setia dan istiqamah mendampingi sang mujahid pilihan, hingga akhir hayatnya....
Subhanallah! Betapa kesetiaan, ketegaran dan ketabahan Ummu Dzar, sangat layak dicontoh. Setia dan istiqamah mendampingi sang mujahid pilihan, hingga akhir hayatnya. Walaupun harus bertempat tinggal di padang pasir liar, padahal usianya sudah sangat tua. Dan tanpa harta yang berharga, hingga, kain untuk mengkafani suaminya pun tidak dimilikinya.
Ibnu Mas’ud, membelokkan tali kekangnya ke arah perempuan tua tersebut. Diikuti anggota rombongan dibelakangnya. Saat pandangan matanya tertuju pada tubuh sang jenazah … tampak olehnya wajah sahabatnya … sahabat seaqidah, sahabat seperjuangan dalam membela tegaknya Islam. Dialah Abu Dzar . Maka, air mata pun mengucur deras dari kedua pelupuk matanya. Innalillahi wa inna illaihi rooji’un. Ia pun berkata, “Benarlah ucapan Rasulullah SAW. Anda berjalan sebatang kara. Mati sebatang kara. Dan dibangkitkan sebatang kara !”
Ibnu Mas’ud RA pun duduk, lalu bercerita kepada para sahabatnya maksud dari pujian yang diucapkannya.
‘ Anda berjalan seorang diri, mati seorang diri, dan dibangkitkan nanti seorang diri !”
Ucapan itu terjadi di waktu Perang Tabuk, tahun kesembilan Hijriah.
Perang Tabuk
Perang Tabuk, adalah perang melawan pasukan Romawi yang cukup menakutkan. Mereka berada di satu tempat dan siap menggempur umat Islam. Saat itu, musim panas teramat teriknya. Sehingga tidak banyak kaum muslimin yang menyambut seruan Rasulullah SAW.
Mereka yang ikut pun, akhirnya berguguran di tengah jalan, satu demi satu . Sebagian disebabkan azam yang tidak mantap. Abu Dzar sempat tertinggal oleh rombongan, karena keledai yang ditungganginya, berjalan sangat gontai. Disebabkan lapar yang sangat dan teriknya matahari yang membakar. Namun Abu Dzar tidak patah semangat.
Akhirnya, karena tidak ingin tertinggal dalam kesempatan jihad, saat itu, Abu Dzar bertekad melanjutkan perjalanannya, mengejar rombongan Rasulullah saw dengan berjalan kaki, sambil memikul beban bawaannya.
Subhanallah, alhamdulillah, Allahu akbar, ia berhasil . Alhamdulillah, bi-iznilah Abu Dzar dapat bertemu kembali dengan rombongan Rasulullah saw saat mereka beristirahat. Azam yang kuat, memberikan hasil akhir yang diharap.
Sungguh, menggapai surga adalah hal yang tidak mudah dan hanya diberikan kepada hamba-hambanya yang terpilih …
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat” (Qs. Al-Baqarah 214)
Sebagai muslimah, banyak hal dapat kita lakukan dan persiapkan untuk berkhidmat di jalan-Nya. [ummu azizah/voa-islam.com]
Maroji: 101 Wanita Teladan di Masa Rasulullah SAW oleh Hepi Andi Bastoni.
http://www.voa-islam.com/muslimah/mujahidah/2010/03/05/3652/ummu-dzar-al-ghifariyahteladan-istri-setia-pendamping-suami/
Shahabiyah yang akan kita telusuri kisahnya kali ini adalah Ummu Dzar, istri shahabat Abu Dzar Al-Ghifari. Kesetiaannya mendampingi suami, layak diteladani. Betapa tidak, karena beliau ikhlas merawat dan menemani sang suami hingga ajal menjemput . Dalam kesendirian di padang pasir liar nan luas membentang.
Rabadzah, tempat tinggal Abu Dzar Al-Ghifari
Karena adanya perbedaan pendapat, dengan Utsman bin Affan, maka Abu Dzar Al-Ghifari dan keluarganya memilih Rabadzah, padang pasir liar sebagai tempat tinggal mereka. Sebuah keputusan yang sangat berani. Karena daerah tersebut sangat jarang dilalui kafilah. Dan mereka pun hidup tanpa ada tetangga di kanan dan kirinya.
Sang istri yang shalihah, tanpa keluh kesah , dengan setia, mendampingi Abu Dzar Al-Ghifari dan anaknya. Hidup dalam kesederhanaan yang amat sangat. Ditambah lagi, di kemudian hari Abu Dzar Al-Ghifari menderita sakit yang cukup parah.
Menjelang ajal menjemput
Ajal pun semakin dekat, Ummu Dzar selalu berada di sisi sang suami untuk mengurus segala keperluannya. Melihat kondisi, yang semakin parah … Ummu Dzar akhirnya menangis di samping sang suami.
Abu Dzar bertanya, “ Apa yang kamu tangiskan, padahal maut itu pasti datang ?”
“ Karena engkau akan meninggal, padahal pada kita tidak ada kain untuk kafanmu!” jawab Ummu Dzar pilu.
Abu Dzar tersenyum dengan amat ramah, seperti layaknya orang yang akan merantau jauh. Lalu berkata kepada istrinya itu,” Janganlah menangis! Pada suatu hari, ketika saya berada di sisi Rasulullah saw bersama beberapa sahabatnya saw, saya dengar Beliau saw bersabda,” Pastilah ada salah seorang di antara kalian yang akan meninggal di padang pasir liar, yang akan disaksikan nanti oleh serombongan orang-orang beriman!”
Semua yang ada di majelis Rasulullah saw telah meninggal di kampung dan di hadapan jama’ah kaum muslimin. Tidak ada lagi yang hidup di antara mereka kecuali aku.
Nah, inilah aku sekarang menghadapi maut di padang pasir. Maka perhatikanlah jalanan, kalau-kalau rombongan orang-orang beriman itu sudah datang !
Demi Allah, saya tidak bohong, dan tidak pula dibohongi!”
Tak berapa lama, Abu Dzar pun kembali ke hadirat Allah SWT. Innalillahi wa inna illaihi rooji’un.
Kenyataan yang ada
Subhanallah! Apa yang diucapkan Abu Dzar sungguh menjadi kenyataan. Karena tentu saja dia tidak berbohong, dan pasti tidak dibohongi. Karena Rasulullah SAW adalah ma’shum.
Tidak lama berselang, sesudah Abu Dzar menghembuskan nafas terakhirnya, tampak serombongan kafilah yang sedang berjalan cepat di padang sahara itu. Subhanallah! Kafilah itu adalah Kafilah kaum mukminin yang dipimpin oleh Abdullah bin Mas’ud, salah seorang sahabat Rasulullah SAW. Ibnu Mas’ud, merasa sangat trenyuh, karena ia melihat sesosok tubuh yang terbujur seperti jenazah, sedang di sisinya duduk seorang perempuan tua, Ummu Dzar dan anaknya yang sedang menangis.
...Subhanallah! Betapa kesetiaan, ketegaran dan ketabahan Ummu Dzar, sangat layak dicontoh. Setia dan istiqamah mendampingi sang mujahid pilihan, hingga akhir hayatnya....
Subhanallah! Betapa kesetiaan, ketegaran dan ketabahan Ummu Dzar, sangat layak dicontoh. Setia dan istiqamah mendampingi sang mujahid pilihan, hingga akhir hayatnya. Walaupun harus bertempat tinggal di padang pasir liar, padahal usianya sudah sangat tua. Dan tanpa harta yang berharga, hingga, kain untuk mengkafani suaminya pun tidak dimilikinya.
Ibnu Mas’ud, membelokkan tali kekangnya ke arah perempuan tua tersebut. Diikuti anggota rombongan dibelakangnya. Saat pandangan matanya tertuju pada tubuh sang jenazah … tampak olehnya wajah sahabatnya … sahabat seaqidah, sahabat seperjuangan dalam membela tegaknya Islam. Dialah Abu Dzar . Maka, air mata pun mengucur deras dari kedua pelupuk matanya. Innalillahi wa inna illaihi rooji’un. Ia pun berkata, “Benarlah ucapan Rasulullah SAW. Anda berjalan sebatang kara. Mati sebatang kara. Dan dibangkitkan sebatang kara !”
Ibnu Mas’ud RA pun duduk, lalu bercerita kepada para sahabatnya maksud dari pujian yang diucapkannya.
‘ Anda berjalan seorang diri, mati seorang diri, dan dibangkitkan nanti seorang diri !”
Ucapan itu terjadi di waktu Perang Tabuk, tahun kesembilan Hijriah.
Perang Tabuk
Perang Tabuk, adalah perang melawan pasukan Romawi yang cukup menakutkan. Mereka berada di satu tempat dan siap menggempur umat Islam. Saat itu, musim panas teramat teriknya. Sehingga tidak banyak kaum muslimin yang menyambut seruan Rasulullah SAW.
Mereka yang ikut pun, akhirnya berguguran di tengah jalan, satu demi satu . Sebagian disebabkan azam yang tidak mantap. Abu Dzar sempat tertinggal oleh rombongan, karena keledai yang ditungganginya, berjalan sangat gontai. Disebabkan lapar yang sangat dan teriknya matahari yang membakar. Namun Abu Dzar tidak patah semangat.
Akhirnya, karena tidak ingin tertinggal dalam kesempatan jihad, saat itu, Abu Dzar bertekad melanjutkan perjalanannya, mengejar rombongan Rasulullah saw dengan berjalan kaki, sambil memikul beban bawaannya.
Subhanallah, alhamdulillah, Allahu akbar, ia berhasil . Alhamdulillah, bi-iznilah Abu Dzar dapat bertemu kembali dengan rombongan Rasulullah saw saat mereka beristirahat. Azam yang kuat, memberikan hasil akhir yang diharap.
Sungguh, menggapai surga adalah hal yang tidak mudah dan hanya diberikan kepada hamba-hambanya yang terpilih …
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat” (Qs. Al-Baqarah 214)
Sebagai muslimah, banyak hal dapat kita lakukan dan persiapkan untuk berkhidmat di jalan-Nya. [ummu azizah/voa-islam.com]
Maroji: 101 Wanita Teladan di Masa Rasulullah SAW oleh Hepi Andi Bastoni.
http://www.voa-islam.com/muslimah/mujahidah/2010/03/05/3652/ummu-dzar-al-ghifariyahteladan-istri-setia-pendamping-suami/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar