Inilah Perkembangan riset yang dilakukan para ahli. Sebagaimana sudah pernah dipresentasikan, obyek utama dari Tim adalah untuk menguak sejarah peradaban bangsa di masa lalu, khususnya pada masa Pra-Sejarah yang masih gelap, dan juga meneliti bencana alam besar apa yang sekiranya memusnahkan peradaban masa lalu tersebut. Disamping meneliti obyek pra-sejarah seperti Gunung Sadahurip, dan kemudian Gunung Padang, Tim juga sudah meneliti situs-situs sejarah seperti Batujaya, Trowulan, dan Bukit Dago Pakar. Dalam penelitian ini, Tim sangat memegang prinsip kehati-hatian dalam melaksanakan berbagai tahapan ilmiah serta penggunaan berbagai peralatan teknologi pencitraan bawah permukaan yang mutakhir. Hasil penelitian Tim di Gunung Sadahurip menunjukan dugaan kuat bahwa di bawah bukit ini ada jejak peradaban purba yang tertimbun, namun belum cukup untuk membuat kesimpulan yang solid karena masih ada beberapa tahapan survey yang harus dikerjakan untuk sampai ke hasil yang lebih bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Salah satunya adalah mengkalibrasi berbagai metoda dan peralatan survey yang dipergunakan. Sejak November tahun lalu Tim memutuskan untuk mencari obyek di tempat lain yang diperkirakan setara atau mirip dengan kasus Sadahurip. Misi ini kemudian membawa Tim untuk meneliti Gunung Padang yang sudah dikenal sebagai Situs Megalitikum (dari Zaman Pra-Sejarah).
Hasil penelitian di Gunung Padang ternyata sangat
mengejutkan, tidak hanya Tim berhasil melakukan eksperimentasi untuk kalibrasi
metoda dan teknologi yang dipakai, tapi juga mendapat temuan yang
luarbiasa. Situs Gunung Padang ternyata tidak se-primitif yang disangka
para ahli sebelumnya tapi dibawah bukit ini ternyata tertimbun sebuah monumen
atau bangunan besar yang sama sekali tidak sederhana, karya agung para leluhur
Nusantara pada zaman pra-sejarah.Hasil sementara dari penentuan umur absolute
(radiometric dating) dari tanah purba di bawah situs menunjukan bahwa
lapisan paling atas dari situs Megalitik ini dibuat sekitar 4700 SM, jauh lebih
tua dari Piramida di Giza yang hanya sekitar 2800 SM. Analisis bentang alam memperlihatkan
bahwa bukit di bawah Situs Gunung Padang ini tidak selaras dengan sekitarnya,
mirip dengan G. Sadahurip tapi lebih “subtle”. Sebagaimana G. Sadahurip,
interpretasi geologi yang paling masuk akal untuk bukit yang “solitaire” ini
adalah merupakan suatu intrusi batuan beku atau sebuah gunung api purba.
Namun, hasil survey pencitraan bawah permukaan
Gunung Padang dengan memakai GPR (Ground Penetration radar), Geolistrik, dan
Geomagnet tidak menunjang kearah dugaan bentukan proses geologi melainkan tapi
malah lebih mengindikasikan suatu struktur bangunan buatan manusia. Tim sudah memakai teknologi yang paling
mutakhir. Untuk GPR menggunakan peralatan georadar dari GSSI (USA),
geolistrik memakai teknologi multi-channel SuperSting R-8 (USA), dan geomagnet
memakai peralatan dari GEM-Ovenhausser yang sangat sensitive dan biasa dipakai
oleh para arkeolog dunia. Tim melakukan banyak lintasan pengukuran
geolistrik dengan berbagai konfigurasi ketelitian dan “depth of penetration”
yang berbeda untuk memperoleh penampang struktur “resistivity” Utara-Selatan
dan Barat – Timur. Singkatnya, data geolistrik tidak memperlihatkan
struktur intrusi magma, volcanic plug ataupun gunung purba, melainkan satu
geometri yang sangat unik dan kelihatannya tidak alamiah.
Di bawah situs ada lapisan dengan resistivity ribuan Ohm-meters (warna merah) dengan tebal sekitar 20-30meter, miring ke Utara tapi uniknya bagian atas lapisan ini seperti TERPANCUNG RATA (di kedalaman 20 meteran dari puncak) dan membaji pas di ujung selatan Situs. Ini kuat mengindikasikan bahwa dari kedalaman 20 meter ke atas merupakan struktur (bangunan) yang dibuat manusia. Lapisan high resistivity (merah) biasanya adalah batuan keras massif – seperti batuan andesit-basalt. Kemudian yang lebih mencengangkan lagi di bawah lapisan merah ini juga kelihatannya sukar untuk dikatakan bentukan geologi. Di bawah lapisan merah ada lapisan yang “low-resistivity” dengan bentukan-bentukan membulat dari zona very low resistivity (mendekati 1 ohm-m = true conductor). Yang lebih unik lagi lapisan biru ini dialasi oleh suatu struktur high resistivity (batuan keras) yang berbentuk seperti cekungan atau "cawan raksasa". Posisi cawan ini kira-kira sekitar 100 meter dari puncak atau setara dengan level tempat parkir di permulaan tangga untuk naik ke situs.
Kenampakan struktur cawan ini sangat konsisten terlihat di lintasan Utara-Selatan dan Barat-Timur dan diberbagai konfigurasi survey. Sebagai informasi, keberadaan struktur seperti cawan atau kolam ini juga terdapat di penampang resistivity hasil survey geolistrik di Gunung Sadahurip. Dugaan dari hasil survey Geolistrik bahwa lapisan sekitar 20 meter ke bawah dari atas situs adalah sebuah konstruksi bangunan ditunjang oleh Survey GPR. Survey GPR dilakukan berbagai lintasan atas situs dengan memakai antenna MLF 40 MHz dari SIR-20 GSSI yang dapat menembus kedalaman sampai sekitar 25-30 meteran. Dari GPR terlihat ada bidang “very high reflector” di kedalaman sekitar 3-5 meter dari permukaan di semua teras. Bidang ini sangat horizontal dan juga membentuk undak-undak seperti situs di atasnya. Dibawah bidang ini struktur lapisan tidak kalah unik. Ada lapisan melintang yang memotong lapisan-lapisan horizontal yang tidak mungkin merupakan struktur geologi untuk lingkungan di bukit 'vulkanik'. Singkatnya, penampang georadar sangat mendukung adanya struktur bangunan sampai kedalaman 20 m. Tim juga kemudian melakukan survey geolistrik 3-D di atas situs yang dimaksudkan untuk mendapatkan sub-surface structure yang lebih detil sampai kedalaman 25 meteran. Survey 3-D berhasil meng-iluminasi struktur di bawah situs dengan baik. Salah satu hasil yang membuat kami terperangah adalah kenampakan tiga tubuh “very-high resistivity” (lebih dari 50.000 ohm.m) di bawah situs. Dengan nilai resistivitas setinggi ini kemungkinannya ada dua: tubuh yang sangat solid/pejal atau merupakan ruang ("CHAMBER").
Dalam konteks-nya dengan struktur disekitarnya yang paling mungkin adalah merupakan ruang kosong atau chamber. Dimensi chamber tersebut kelihatannya sangat besar. Ada satu yang kira-kira 10x10x10 meter. Kekagetan kami tidak berhenti di sini. Hasil survey geomagnet memperlihatkan ada anomaly magnetic yang tinggi di beberapa lokasi. Salah satunya yang besar terletak persis disamping struktur yang diduga chamber besar. Anomali magnetic tinggi bisa berasosiasi dengan timbunan barang-barang terbuat dari bahan metal/logam. Kemudian, sebagai tahapan pembuktian selanjutnya, Tim sudah melakukan pengeboran di dua titik. Lokasi bor yang dipilih sebenarnya bukan titik "Jack-pot" yang di-bor berdasarkan survey geolistrik, georadar, dan geomagnet, misalnya persis di atas Chamber atau anomaly high magnetic-nya.
Hal ini dikarenakan lokasi-lokasi strategisnya
dipenuhi tumpukan kolom andesit situs yang TIDAK BOLEH DIPINDAHKAN. Tim
mendapat ijin bor dari pihak berwenang tapi belum diperbolehkan untuk
memindahkan bebatuan situs. Walaupun demikian, hasil pemboran sudah cukup
untuk membuktikan dugaan struktur bangunan dan juga sukses dalam mengkalibrasi
hasil survey georadar dan geolistrik. Pada Lubang Bor 1: dari permukaan sampai
kedalaman kira-kira 3 meter terdapat perlapisan susunan kolom andesit 10-40 cm
(yang dibaringkan) diselingi lapisan tanah. Setiap kolom andesit ini dilumuri
oleh semacam semen (sama seperti yang ditemukan waktu trenching dinas
kepurbakalaan tahun 2000 sampai kedalaman 1.8 meter). Sewaktu menembus 3m , Tim mendapat surprise
karena tiba-tiba drilling loss circulation dan bor terjepit. Yang
dijumpai adalah lapisan pasir-kerakal SUNGAI (epiklastik) yang berbutir very
well rounded setebal 1 meteran (Catatan: jadi rupanya bidang reflektor yang
terlihat pada GPR di kedalaman 3-5 meter di semua Teras adalah batas dengan
permukaan hamparan pasir ini).
Dari sudut teknik sipil, diduga hamparan pasir ini dapat berfungsi sebagai peredam guncangan gempa. Dibawah kedalaman 4m , bor menembus struktur selang seling antara lapisan kolom andesit yang ditata dan lapisan tanah-lanau. Kolom andesit yang ditata itu sebagian ditata horizontal dan sebagian lagi miring (catatan: ini sesuai dengan survey GPR yang memperlihatkan bahwa perlapisan ada yang horizontal dan ada yang miring).Baru dikedalaman sekitar 19 meter bor menembus tubuh andesit yang kelihatannya massif tapi penuh dengan retakan. Tubuh massif ini dibor sampai kedalaman sekitar 25 meter (note: sesuai dengan penampang geolistrik bahwa kelihatannya bor sudah menembus lapisan merah yang terpancung itu).
Banyak ditemukan serpihan karbon, diantaranya
ditemukan di kedalaman sekitar 18m yang lebih menguatkan bahwa lapisan kolom
andesit dan tanah (atau semen) yang ditembus bukan endapan gunung api tapi
struktur bangunan. Bor ke-dua yang dilakukan persis di sebelah
selatan Teras 5 menembus tanah (yang seperti tanah urugan sampai kedalaman sekitar
7 meter. Kemudian ketemu batuan andesit keras. Di kedalaman 8 m terjadi
hal mengejutkan - Total Loss, 40% air di drum langsung tersedot habis. Hal ini berlangsung sampai kedalaman 10 m. Inilah
target utama-nya - tubuh very high resistivity yang terlihat jelas di
Geolistrik 3-D. Mata bor menembus rongga yang diisi pasir (kering)
yang luarbiasa keseragamannya seperti hasil ayakan manusia. Di bawahnya
ketemu lagi dua rongga yang juga terisi pasir 'ayakan' itu diselingi oleh
'tembok' andesit yang sepertinya lapuk. Pemboran berhenti di kedalaman
15m.
Jadi Uji Pemboran berhasil melakukan kalibrasi survey Georadar dan Geolistrik. Satu diantaranya yang penting bahwa tubuh high resistivity yang terlihat di geolistrik adalah benar merupakan rongga. Di lokasi Bor-2 rongga ini sebagian terisi oleh pasir 'ayakan' yang sangat kering. Hasil sementara analisis carbon radiometric dating dari banyak serpihan arang yang ditemukan dikedalaman sekitar 3.5m. menunjukkan umur Carbon Dating sekitar 5500 tahun lalu yang kalau dikonversikan ke umur kalender adalah sekitar 6700 tahun BP atau sekitar 4700 SM. Seorang arsitek yang meriset di Gunung Padang berpendapat bahwa penataan tumpukan batuan di G.Padang Konstruksi bukan pekerjaan sembarangan tapi hasil olah arsitektur yang luar biasa. Setelah dilakukan studi banding ke Machu-Pichu (bangunan Piramid di Peru), dia berkesimpulan bahwa desain arsitektur G.Padang persis sama dengan Machu Pichu yang dibangun jauh lebih muda itu (sekitar 1400 AD). Jadi, terlepas dari kasus Sadahurip, penemuan di Gunung Padang ini sudah berhasil membuktikan hipotesis Tim tentang keberadaan peradaban tinggi pada masa pra-sejarah yang bahkan jauh lebih tua dari peradaban piramida di Mesir.
Ini tentunya merupakan penemuan yang sangat monumental yang perlu ditindaklanjuti dengan cepat dan cermat. Tim sudah berhasil memverivikasi dugaan struktur bangunan sampai kedalaman 20 meter dengan uji sumur bor (coring). Untuk langkah selanjutnya, kita masih harus membuat bor-coring yang lebih dalam untuk membuktikan dugaan struktur bangunan sampai kedalaman 100 m (=seluruh bukit sampai level parker situs), bahkan mungkin bisa sampai ke level sungai (sekitar 100 meter lagi ke bawah dari level parkir). (har)
Sumber : vivanews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar